Senin, 07 Maret 2011

KEPADATAN ?

Kepadatan penduduk adalah jumlah rata-rata penduduk yang mendiami suatu wilayah administrative atau politis tertentu, biasanya dinyatakan dalam jiwa/Km2. Menurut Sundtrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrghtsman & Deaux,1981), atau sejumlah individu yang berada disuatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

Kepadatan memperlihatkan banyak hal yang negative. Seperti ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darh, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu. Kepadatan juga menyebabkan agresifitas pada anak-anak dan dewasa atau menjadi sangat menurun bila kepadatan tinggi sekali. Jika kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesame anggota kelompok. Selain itu kepadatan juga mengakibatkan penurunan ketekunan pada pekerja yang menuntut hasil kerja yang kompleks.

Berdasarkan penelitian Bell (dalam Setiadi, 1991) dampak negative dari kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negative pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria bereaksi lebih agresif terhadap anggota kelompok, terhadap kepadatan rendah maupun tinggi. Wanita lebih menyukai anggota kepadatan yang tinggi.
Kategori kepadatan

menurut Altman (1975) kepadatan berhubungan dengan tingkah laku social. Variasi indicator kepadatan itu meliputi:
∆ Jumlah individu dalam sebuah kota,
∆ Jumlah individu pada daerah sensus,
∆ Jumlah individu pada unit tempat tinggal,
∆ Jumlah ruangan pada unit tempat tinggal,
∆ Jumlah bangunan pada lingkungan sekitar.

Holahan (1982) menggolongkan kepadatan kedalam dua kategori, yaitu:
• kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang
• kepadatan social (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density) yaitu jumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan didalam rumah,kamar;
• Kepadatan luar (outside desity) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap stuktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang tinggi atau kepadatan rendah.

Zlutnick dan Altman (dalam Altman,1975; Holahan,1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman,yaitu ;
• Lingkungan pinggiran kota, ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
• Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah
• Lingkungan mewah perkotaan, kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luarnya tinggi
• Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam tinggi.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density) yaitu jumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan didalam rumah,kamar;
• Kepadatan luar (outside desity) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap stuktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang tinggi atau kepadatan rendah.

Zlutnick dan Altman (dalam Altman,1975; Holahan,1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman,yaitu ;
Ω Lingkungan pinggiran kota, ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
Ω Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah
Ω Lingkungan mewah perkotaan, kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luarnya tinggi
Ω Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam tinggi.

Taylor (dalam Gifford,1982) mengatakan bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap perilaku dan keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Maka individu yang bermukim dipemukiman dengan kepadatan berbeda mungkin akan menunjukan sikap dan perilaku yang beebeda pula.
Akibat kepadatan tinggi

Taylor (dalam Guilfford,1982) lingkungan sekitar merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal, serta rumah dan lingkungan pemukiman yang nyaman yang member kepuasan pada psikis individu yang tinggal ditempat tersebut.

Ashorr (dalam Ittelson) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana .

Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.

Penelitian Karlin dkk (Sears,1994) membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya kekecewaan, stress dan prestasi belajarnya menurun yang lebih besar dari pada mahasiswa yang tinggal berdua.

Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung,tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara social yaitu meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).

Akibat psikis lain antara lain:
∆ Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain,1987) dan perubahan suasana hati (Holahan,1982).
∆ Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang ma berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
∆ Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 19840.
∆ Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
∆ Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982)

Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal dikawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.

Dapat kita lihat pada kepadatan dikota Depok, Adanya tekanan yang sangat berat terhadap kondisi geomorfologi dan lingkungan hidup Kota Depok saat ini, akibat pertumbuhan penduduk, yang mana pada tahun 2011 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai 7.887 orang per kilometer persegi, sedangkan pada tahun 2005 tingkat kepadatan penduduknya baru 6.696 orang per kilometer persegi. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk Kota Depok dari tahun 2005 sebanyak 1.374.000 orang menjadi 1.667.000 orang pada tahun 2011.

Jumlah Penduduk, Luas Wilayah Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan, 2008
Kecamatan Jumlah
Penduduk Luas
Wilayah (Km2) Kepadatan
Penduduk (jiwa/Km2)
010 Sawangan 169,727 45.69 3,714.75
020 Pancoran Mas 275,103 29.83 9,222.36
030 Sukmajaya 350,331 34.13 10,264.61
040 Cimanggi 412,388 53.54 7,702.43
050 Beji 143,190 14.30 10,013.29
060 Limo 152,190 22.80 6,707.81
Kota Depok 1,503,677 200,29 7,507.50
Catatan: Berdasarkan Sensus Penduduk 2000
SUMBER: Proyeksi Penduduk BPS Kota Depok


Daftar Pustaka
Fernika R. 2010. http://lcbello.blogspot.com/2010/05/kepadatan-density.html
Anonim. 2009. http://www.depok.go.id/v3/index.php?option=com_content&task=view&id=309

Tidak ada komentar:

Posting Komentar