Selasa, 22 Maret 2011

Apa Yang Dimaksud Dengan Ruang Personal ?

Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu.
Beberapa karakterisitik ruang personal menurut Sommer (dalam altman,1975),
pertama, batas diri yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain. Kedua, ruang personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terlerak di suatu tempat tetapi batas itu melekat pada diri dan dibawa kemana-mana. Ketiga, ruang personal adalah batas kawasan yang dinamis, yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan waktu dan situasi. Keempat, pelanggaran ruang personal ini akan dirasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat.

Personal space/ruang pribadi adalah kawasan sekitarnya seseorang yang mereka anggap sebagai psikologis mereka. Invasi ruang pribadi sering menyebabkan ketidaknyamanan, kemarahan, atau kecemasan pada pihak korban. (Edward T. Hall , yang gagasannya dipengaruhi oleh Heini Hediger)

Ruang pribadi adalah sangat bervariasi. Mereka tinggal di sebuah tempat yang berpenduduk padat cenderung memiliki ruang pribadi yang lebih kecil.Warga India cenderung memiliki ruang pribadi lebih kecil daripada di Mongolia padang rumput, baik dalam hal rumah dan individu. Untuk contoh yang lebih rinci, lihat kontak Tubuh dan ruang pribadi di Amerika Serikat.
Ruang pribadi telah berubah historis bersama dengan batas-batas publik dan swasta dalam budaya Eropa sejak Kekaisaran Romawi. Topik ini telah dieksplorasi dalam A History of Private Life, di bawah redaktur umum Philippe Aries dan Georges Duby, diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Belknap Press.
ruang pribadi adalah juga dipengaruhi oleh posisi seseorang dalam masyarakat dengan individu-individu lebih makmur menuntut ruang pribadi yang lebih besar. Orang membuat pengecualian terhadap, dan memodifikasi persyaratan ruang mereka. Misalnya dalam pertemuan romantis tegangan dari jarak dekat yang memungkinkan ruang pribadi dapat ditafsirkan kembali ke semangat emosional. Selain itu, sejumlah hubungan memungkinkan untuk ruang pribadi untuk dimodifikasi dan ini termasuk hubungan keluarga, mitra romantis, persahabatan dan kenalan dekat di mana tingkat yang lebih besar dari kepercayaan dan pengetahuan seseorang memungkinkan ruang pribadi harus dimodifikasi

Referensi : http://ronggosusenoengg.blogspot.com/2010/04/privacy-personal-space-dan-teritorial.html

R U A N G P E R S O N A L

Mungkin anda pernah merasa canggung karena orang yang baru anda kenal berdiri terlalu dekat dengan anda? Tetapi mengapa orang tersebut tidak secanggung anda? Atau berpapasan dengan sepasang muda muda yang saling tersenyum sambil berpegangan tangan? Apa kesimpulan anda?
Ya…semua itu sebenarnya bukan terjadi secara kebetulan, akan tetapi dapat kita bahas kok dengan jelas. Kira-kira begini…
Pada dasarnya kita memasang sebuah ”pagar” yang secara imajiner atau tidak nyata mengelilingi kita di mana kita tidak akan membiarkan orang asing untuk melewati batas pagar tersebut. Inilah yang oleh para psikolog disebut dengan Ruang Personal (Personal Space) atau selanjutnya kita singkat menjadi RP. Tidak sesederhana itu, RP bukan sebuah batas yang kaku, dia akan bertambah atau berkurang sesuai dengan kedekatan kita dengan obyek (baca orang) di luar kita. Eksistensi RP juga melibatkan adanya interaksi sosial dan keterikatan. Sehingga pada akhirnya RP itu bukanlah sebuah pagar akan tetap lebih merupakan perpaduan dari jarak dan orientasi antar individu ketika berinteraksi.
Masih merasa bingung?, baik pelan – pelan akan coba saya jelaskan ..
Kembali ke contoh di atas, kita akan memasang jarak yang cukup jauh ketika baru pertama berkenalan, khususnya perempuan dengan laki-laki. Juga cara kita memandang dan pengambilan sudut pandang akan berbeda dibandingkan jika bercakap dengan kawan akrab. Nah, sesungguhnya kita menerapkan yang namanya RP itu.
Edwad Hall, seorang peneliti di bidang ruang personal, membagi jarak antar personal ke dalam 8 bagian. Menurutnya terjadi gradasi jarak berdasarkan tingkat keakraban antar personal. Kedelapan jarak tersebut dikelompokkan ke dalam empat jarak utama, yaitu:
1. Jarak Intim
a. Jarak Intim Dekat (0-6 inchi atau 0-15 cm), yaitu jarak yang muncul pada kondisi memeluk, menenangkan, percintaan, pergulatan (olahraga) atau kontak penuh dengan orang lain. Orang-orang tidak hanya berinteraksi pada situasi intim, atau melakukan kegiatan berdasarkan peraturan (gulat), tapi juga bisa terjadi pada kondisi emosi negatif (mis: manajer bola basket yang bertengkar dengan wasit).
b. Jarak Intimm Jauh (6-18 inc atau 15-45 cm), mewakili hubungan yang cukup erat, misalnya seseorang yang membisikan sesuatu ke temannya,
2. Jarak Personal
a. Jarak Personal Dekat (18-30 inc atau 45-75 cm), yang berlaku bagi orang-orang yang saling mengenal satu sama lain dalam konteks yang positif. Biasanya diwakili oleh orang yang saling berteman atau pasangan yang sedang berbahagia.
b. Jarak Personal Jauh (75 cm-1,2 m), adalah jarak yang digunakan oleh orang-orang yang berteman tapi tidak saling akrab. Biasanya jika kita menjumpai dua orang yang bercakap pada jarak ini maka hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah berteman tapi tidak saling akrab,
3. Jarak Sosial
a. Jarak Sosial Dekat (1,2 – 2 m), terjadi pada situasi ketika kita diperkenalkan kepada kawan ibu kita ketika bertemu di suatu tempat, misalkan di supermarket.
b. Jarak Sosial Jauh (2-3,5 m), umumnya terjadi ketika melakukan transaksi bisnis resmi. Pada situasi ini sangat kecil atau sama sekali tidak ada suasana pertemanan, karena biasanya masing-masing perusahaan mengutus wakil untuk berinteraksi,
4. Jarak Publik
a. Jarak Publik Dekat (3,5-7 m), biasanya digunakan oleh seorang dosen yang mengajar kelas theater yang terdiri dari ratusan murid di mana jika berbicara harus dari jarak yang tepat sehingga suaranya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Jika kita berbicara kepada 30-40 orang, kira-kira jarak inilah yang umum kita pakai agar suara kita bisa terdengar jelas oleh masing-masing orang,
b. Jarak Publik Jauh (7 m atau lebih), biasanya jarak yang disediakan jika ada interaksi masyarakat umum dengan seorang tokoh penting. Akan tetapi jika tokoh itu ingin bercakap maka umumnya dia akan mendekat.
Nah, sudah makin jelas kan? Mengapa kita sangat nyaman berdekatan dengan ibu, bapak, saudara, suami atau istri. Sedangkan secara tidak sadar kita akan menjaga jarak ketika berkenalan dengan seseorang (walaupun jarak itu bisa berkurang atau bertambah tergantung hasil interaksi kita selanjutnya).
Terakhir (untuk kesempatan ini) ternyata ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak RP seseorang, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri,
2. Umur
Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi, hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.
3. Kepribadian,
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat
5. Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6. Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7. Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8. Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9. Kekuasaan dan Status
Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10. Pengaruh Lingkungan Fisik
Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian sudut daripada di tengah ruangan.
11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis

Disarikan dari: Environmental Psychology, Principles and Practices (Robert Gifford, 1997)
Referensi : http://alusi.wordpress.com/2008/06/20/ruang-personal/

Selasa, 15 Maret 2011

Kepadatan dan Kesesakan ?

KEPADATAN (DENSITY)

A. Pengertian
- Menurut Sundstorm : Sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
- Menurut Sarwono : Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bilajumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan luas ruangan.


B. Katagori Kepadatan
1. Menurut Altman (dalam studi tahun 1920-an) : Variasi indikator kepadatan berhubungan dengan tingkah laku sosial :
- Jumlah individu dalam sebuah kota
- Jumlah Individu pada daerah sensus
- Jumlah individu pada unit tempat tinggal
- Jumlah ruangan pada unit tempat tinggal
- Jumlah bangunan pada lingkungan sekitar
2. Menurut Jain (1987) : Tingkat kepadatan penduduk dipengaruhi oleh unsure-unsur :
- Jumlah individu pada setiap ruang
- Jumlah ruang pada setiap unit rumah tinggal
- Jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian
- Jumlah struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman

Teori Kepadatan Menurut Halohan
1. Kepadatan Spasial (Spasial Density)
Terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit, sedangkan jumlah individu tetap.
2. Kepadatan Sosial (Social Density)
Terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi penambahan luas ruang.


Teori Kepadatan Menurut Altman
1. Kepadatan Altman (Inside Density)
Jumlah individu dalam suatu ruangan atau tempat tinggal.
2. Kepadatan Luar (Outside Density)
Sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu


C. Akibat Kepadatan Yang Tinggi
1. Menurut Taylor :
- Lingkungan sekitar merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhisikap, perilaku dan keadaan internal individu di suatu tempat tinggal
- Rumah dan lingkungan pemukiman yaitu yang nyaman member kepuasan psikis
2. Menurut Schrr :
Kualitas pemukiman mempengaruhi persepsi diri, strss, kesehatan fisik.
Kualitas pemukiman mempengaruhi perilaku dan sikap individu.
3. Heimstra dan Mc. Farling, akibat kepadatan :
Akibat Fisik
Akibat Sosial
Akibat Psikis

KESESAKAN
Kesesakan adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, bersifat psikis terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik.
1. Menurut Altman :
Kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada tingkatan interaksi manusia dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.
2. Menurut Baum dan Paulus :
Kepadatan dapat dirasa sebagai kesesakan atau tidak, ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan :
a. Karakteristik setting fisik
b. Karakteristik setting social
c. Karakteristik personal
d. Kemampuan beradaptasi
3. Menurut Morris :
Kesesakan sebagai devisit suatu ruang.
4. Menurut Ancok :
Kesesakan timbul dari besar-kecilnya ukuran rumah yaitu menentukan besarnya rasio antara penghuni dan tempat (space) yang tersedia.
5. Menurut Stokols :
a. Kesesakan bukan social (nonsocial crowding)
Faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding.
b. Kesesakan social (social crowding)
Perasaan sesak mula-mula dating dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak.
c. Kesesakan molar (molar crowding)
Perasaan sesak yaitu dapat dihubungakan dengan skala luas, populaasi penduduk.
d. Kesesakan molekuer (molekuler crowding)
Perasaan sesak yaitu menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.
6. Menurut Rapoport :
Kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi. Batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia. Dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

A. Teori-Teori kesesakan
1. Teoari Beban Stimulus
Kesesakan akan terjadi bila stimulus yang diterima individu terlalu banyak (melebihi kapasitas kognitifnya) sehingga timbul kegagalan dalam memproses stimulus atau info dari lingkungan.
Menurut Keating, Stimulus adalah hadirnya banyak orang dan aspek-aspek interaksinya, kondisi lingkunga fisik yang menyebabkan kepadatan social. Informasi yang berlebihan dapat terjadi karena :
a. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan
b. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki
d. Terlalu banyak mitra interaksi
e. Interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama
2. Teori Ekologi
Membahas kesesakan dari sudut proses social
a. Menurut Micklin :
Sifat-sifat umum model pada ekologi manusia :
1. Teori ekologi perilaku : Fokus pada hubungan timbale balik antara manusia dan lingkungan.
2. Unit analisisnya : Kelompok social, bukan individu dan organisasi social memegang peranan penting
3. Menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial
b. Menurut Wicker :
Teori Manning : Kesesakan tidak dapat dipisahkan dari factor setting dimana hal itu terjadi.
3. Teori Kendala Perilaku
Kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu.Kesesakan akan terjadi bila system regulasi privasi seseorang tidak berjalan secara efektif lebih banyak kontak social yang tidak diinginkan. Kesesakan timbul karena ada usaha-usaha yang terlalu banyak, yang butuh energy fisik maupun psikis, guna mengatur tingkat interaksi yang diinginkan.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan
1. Faktor Personal
a. Kontrol Pribadi dan Locus Of Control; Selligman, dkk :
Kepadatan meningkat bias menghasilkan kesesakan bila individu sudah tidak punya control terhadap lingkungan sekitarnya. Control pribadi dapat mengurangi kesesakan. Locus Of Control ibternal : Kecendrungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaab yang ada di dalam dirinya lah yang berpengaruh kedalam kehidupannya.
b. Budaya, pengalaman dan proses adaptasi
Menurut Sundstrom : Pengalaman pribadi dalam kondisi padat mempengaruhi tingkat toleransi.
Menurut Yusuf : Kepadatan meningkat menyebabkan timbulnya kreatifitas sebagai intervensi atau upaya menekankan perasaan sesak.
c. Jenis kelamin dan usia
Pria lebih reaktif terhadap kondisi sesak
Perkembangan, gejala reaktif terhadap kesesakan timbul pada individu usia muda.
2. Faktor Sosial
a. Kehadiran dan perilaku orang lain
b. Formasi koalisi
c. Kualitas hubungan
d. Informasi yang tersedia
3. Faktor Fisik
- Goves dan Hughes : Kesesakan didalamnya rumah berhubungan dengan factor-faktor fisik, jenis rumah, urutan lantai, ukuran, suasan sekitar.
- Altman dan Bell, dkk : Suara gaduh,panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, karakteristik setting mempengaruhi kesesakan.

C. Pengaruh Kesesakan terhadap Perilaku
Lingkungan sesak => aktifitas seseorang terganggu => interaksi interpersonal yang tidak diinginkan => mengganggu individu mencapai tujuan => gangguan norma meningkat ketidaknyamanan => penarikan diri dan menurunnya kualitas hidup.
Pengaruh Negatif Kesesakan ;
Penurunan-penurunan Psikologis : perasaan kurang nyaman, stress, cemas, suasana hati yang kurang baik, prestasi menurun, agresifitas meningkat, dan lain-lain.
Malfungsi Fisiologis : Meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, penyakit-penyakit fisik.
Hubungan Sosial Individu : Kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong royong, menarik diri, berkurangnya intensitas hubungan social, dll.

Asumsi Konsekuensi Negatif dari Kesesakan :
1. Model beban stimulus
2. Model kendala perilaku
3. Model ekologi
Perilaku negative akibat sesak dan padat hanya terjadi pada situasi dimana pilihan-pilihan yang tersedia sedikit.
4. Model atribusi
Akibat negative kepadatan dan kesesakan hanya terjadi pada tempat dan situasi teryentu.
5. Model aurosal
Kepadatan dan kesesakan menyebabkan terstimulinya perangkat-perangkat fisiologis tekanan darah meningkat.

Referensi : http://andraselalutertawa.blogspot.com/2010/05/kepadatan-dan-kesesakan.html

Senin, 07 Maret 2011

Apa yang dimaksud dengan kesesakan (crowding)?

Menurut Altman kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Pengertian crowding dengan kepadatan memiliki hubungan erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan keseskan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan,1982).

Baum dan Paulus (1987) menerangkan proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
§ Karakteristik setting fisik
§ Karakteristik setting social
§ Karakteristik personal
§ Kemampuan beradaptasi

Menurut Morris kesesakan sebagai deficit suatu ruangan, maka dengan adanya sejumlah orang dalam suatu hunian rumah, ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya kekurangan ruang. Dalam suatu hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas.

Besar kecilnya rumah menentukan besarnya ratio antara penghuni dan tempat (space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin sedikit penghuninya, maka akan semakin besar ratio tersebut. Sebaliknya makin kecil rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil ratio tersebut, sehingga akan timbul perasaan sesak (Ancok,1989).
Stokols (dalam Altman,1975) membedakan antara :
a. Kesesakan bukan social (nonsocial crowding) yaitu dimana factor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit,
b. Kesesakan social (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak.
c. Kesesakan molar (molar crowding) perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota
d. Kesesakan molekuler (molekuler crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal.

Rapoport (dalam Stokols dan Altman,1987) mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia. Batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

Teori kesesakan
Teori beban stimulus
Kesesakan akan terjadi bila stimulus yang diterima individu terlalu banyak (melebihi kapasitas kognitifnya) sehingga timbul kegagalan dalam memproses sistim atau info dari lingkungan.

Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan social.

Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa factor :
a. Kondisi kungkungan fisik yang tidak menyenangkan
b.Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
c. Suatu percakapan untuk tidak dikehendaki
d. Terlalu banyak mitra interaksi
e. Interaksi yang terlalu dirasa terlalu dalam atau terlalu lama.

Teori Ekologi
Micklin (dalam Holahan,1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia :
• Teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbale balik antara orang dengan lingkungannya
• Unti analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi social memegang peranan sangat penting.
• Menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan social.

Teori kendala perilaku
Suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengan membatasi aktivitas individu dalam suatu tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologis (psychological reactace) dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating, 1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai factor pendorong penting dalam persepsi dan perilaku manusia.
Menurut Proshansky, dkk (1976) pengaruh psikologis dari kesesakan yang utama adalah ebebasan memilih individu dalam situasi sesak. Kesesakan terjadi bila kehadiran orang lain dalam suatu seting membatasi kebebasan individu dalam mencapai tujuannya.
Menurut Ancok, perasaan sesak di dalam rumah, dapat menimbulkan masalah :
• Menurunnya frekuensi hubungan sex
• Memburuknya interaksi suami istri
• Memburuknya cara pengasuhan anak
• Memburuknya hubngan dengan orang-orang diluar rumah
• Meningkatnya ketegangan dan gangguan jiwa.

Asumsi konsekuensi negative dari kesesakan :
• Model beban stimulus
• Model kendala perilaku
• Model ekologi
• Model atribusi
• Model arousal

Menurut Brigham, akibat negative dari kesesakan pada perilaku manusia yaitu :
• Pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekankan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain.
• Keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggu kebebasan memilih
• Control pribadi yang kurang
• Stimulus yang berlebih.

Daftar Pustaka :
Fernika R, 2010, http://lcbello.blogspot.com/2010/05/kepadatan-density.html

KEPADATAN ?

Kepadatan penduduk adalah jumlah rata-rata penduduk yang mendiami suatu wilayah administrative atau politis tertentu, biasanya dinyatakan dalam jiwa/Km2. Menurut Sundtrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan (dalam Wrghtsman & Deaux,1981), atau sejumlah individu yang berada disuatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFarling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

Kepadatan memperlihatkan banyak hal yang negative. Seperti ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darh, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu. Kepadatan juga menyebabkan agresifitas pada anak-anak dan dewasa atau menjadi sangat menurun bila kepadatan tinggi sekali. Jika kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesame anggota kelompok. Selain itu kepadatan juga mengakibatkan penurunan ketekunan pada pekerja yang menuntut hasil kerja yang kompleks.

Berdasarkan penelitian Bell (dalam Setiadi, 1991) dampak negative dari kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negative pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria bereaksi lebih agresif terhadap anggota kelompok, terhadap kepadatan rendah maupun tinggi. Wanita lebih menyukai anggota kepadatan yang tinggi.
Kategori kepadatan

menurut Altman (1975) kepadatan berhubungan dengan tingkah laku social. Variasi indicator kepadatan itu meliputi:
∆ Jumlah individu dalam sebuah kota,
∆ Jumlah individu pada daerah sensus,
∆ Jumlah individu pada unit tempat tinggal,
∆ Jumlah ruangan pada unit tempat tinggal,
∆ Jumlah bangunan pada lingkungan sekitar.

Holahan (1982) menggolongkan kepadatan kedalam dua kategori, yaitu:
• kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang
• kepadatan social (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density) yaitu jumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan didalam rumah,kamar;
• Kepadatan luar (outside desity) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap stuktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang tinggi atau kepadatan rendah.

Zlutnick dan Altman (dalam Altman,1975; Holahan,1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman,yaitu ;
• Lingkungan pinggiran kota, ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
• Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah
• Lingkungan mewah perkotaan, kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luarnya tinggi
• Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam tinggi.
Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :
• Kepadatan dalam (inside density) yaitu jumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan didalam rumah,kamar;
• Kepadatan luar (outside desity) yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.
Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap stuktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. Sehingga suatu wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang tinggi atau kepadatan rendah.

Zlutnick dan Altman (dalam Altman,1975; Holahan,1982) menggambarkan sebuah model dua dimensi untuk menunjukan beberapa macam tipe lingkungan pemukiman,yaitu ;
Ω Lingkungan pinggiran kota, ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam yang rendah
Ω Wilayah desa miskin dimana kepadatan dalam tinggi sedangkan kepadatan luar rendah
Ω Lingkungan mewah perkotaan, kepadatan dalam rendah sedangkan kepadatan luarnya tinggi
Ω Perkampungan kota yang ditandai dengan tingkat kepadatan luar dan kepadatan dalam tinggi.

Taylor (dalam Gifford,1982) mengatakan bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap perilaku dan keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Maka individu yang bermukim dipemukiman dengan kepadatan berbeda mungkin akan menunjukan sikap dan perilaku yang beebeda pula.
Akibat kepadatan tinggi

Taylor (dalam Guilfford,1982) lingkungan sekitar merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal, serta rumah dan lingkungan pemukiman yang nyaman yang member kepuasan pada psikis individu yang tinggal ditempat tersebut.

Ashorr (dalam Ittelson) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana .

Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama yang padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.

Penelitian Karlin dkk (Sears,1994) membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya kekecewaan, stress dan prestasi belajarnya menurun yang lebih besar dari pada mahasiswa yang tinggal berdua.

Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung,tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara social yaitu meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).

Akibat psikis lain antara lain:
∆ Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain,1987) dan perubahan suasana hati (Holahan,1982).
∆ Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang ma berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
∆ Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 19840.
∆ Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
∆ Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982)

Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal dikawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.

Dapat kita lihat pada kepadatan dikota Depok, Adanya tekanan yang sangat berat terhadap kondisi geomorfologi dan lingkungan hidup Kota Depok saat ini, akibat pertumbuhan penduduk, yang mana pada tahun 2011 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai 7.887 orang per kilometer persegi, sedangkan pada tahun 2005 tingkat kepadatan penduduknya baru 6.696 orang per kilometer persegi. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk Kota Depok dari tahun 2005 sebanyak 1.374.000 orang menjadi 1.667.000 orang pada tahun 2011.

Jumlah Penduduk, Luas Wilayah Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan, 2008
Kecamatan Jumlah
Penduduk Luas
Wilayah (Km2) Kepadatan
Penduduk (jiwa/Km2)
010 Sawangan 169,727 45.69 3,714.75
020 Pancoran Mas 275,103 29.83 9,222.36
030 Sukmajaya 350,331 34.13 10,264.61
040 Cimanggi 412,388 53.54 7,702.43
050 Beji 143,190 14.30 10,013.29
060 Limo 152,190 22.80 6,707.81
Kota Depok 1,503,677 200,29 7,507.50
Catatan: Berdasarkan Sensus Penduduk 2000
SUMBER: Proyeksi Penduduk BPS Kota Depok


Daftar Pustaka
Fernika R. 2010. http://lcbello.blogspot.com/2010/05/kepadatan-density.html
Anonim. 2009. http://www.depok.go.id/v3/index.php?option=com_content&task=view&id=309

Selasa, 01 Maret 2011

K E P A D A T A N

Berikut saya akan membahas tentang Kepadatan dalam lingkup Psikologi Lingkungan ..

A. Definisi Kepadatan

Apa yang dimaksud dengan kepadatan ?, kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.

Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :

- Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.

- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).

- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

B. Kategori Kepadatan

Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :

- kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap

- kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.

Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :

- kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar;

- kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.

Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu ewilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi dan kepadatan rendah.

C. Akibat Kepadatan Tinggi

Taylor (dalam Guilfford,1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.

Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).

Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.

Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk. (dalam Sears dkk., 1994) mecoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya stress dan kekecewaan, yang secara nyata lebih besar daripada mahasiswa yang tinggal berdua. selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya.

Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.

Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).

Akibat psikis lain antara lain:

>Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).

>Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).

>Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).

>Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)

>Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).

Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.

D. Kepadatan dan Perbedaan Budaya

Menurut Koerte (dalam Budihardjo, 1991) faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial, dan lain-lain, akan menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.

Setiadi (1991) bahwa bangsa Amerika sudah dapat merasakan dampak negatif yang luar biasa pada kepadatan sekitar 1500 orang/Ha, dengan terjadinya banyak penyimpangan perilaku sosial, pembunuhan, perkosaan, dan tindak kriminal lainnya. sementara itu, di jepang dan Hongkong dengan kepadatan 5000 orang/Ha pada bagian kota-kota tertentu, tenyata angka kejahatan/kriminal di sana masih lebih rendah.

Sumber :

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Kepadatan

Apa itu Kepadatan ?

Definisi kepadatan beberapa ahli :

- Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

Penelitian tentang kepadatan manusia berawal dari penelitian terhadap hewan yang dilakukan oleh John Calhoun. Penelitian Calhoun (dalam Worche dan Cooper, 1983) bertujuan untuk mengetahui dampak negatif kepadatan dengan menggunakan hewan percobaan tikus. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perilaku kanibal pada hewan tikus seiring dengan bertambahnya jumlah tikus. Pertumbuhan populasi yang tak terkendali, memberikan dampak negatif terhadap tikus – tikus tersebut. Terjadi penurunan fisik pada ginjal, otak, hati, dan jaringan kelenjar, serta penyimpangan perilaku seperti hiperaktif, homoseksual, dan kanibal. Akibat keseluruhan dampak negatif tersebut menyebabkan penurunan kesehatan dan fertilitas, sakit, mati, dan penurunan populasi.

Penelitian terhadap manusia pernah dilakukan oleh Bell (dalam Setiadi, 1991) mencoba memerinci: bagaimana manusia merasakan dan bereaksi terhadap kepadatan yang terjadi; bagaimana dampaknya terhadap tingkah laku sosial; dan bagaimana dampaknya terhadap task performance (kinerja tugas)? Hasilnya memperlihatkan ternyata banyak hal-hal yang negatif akibat dari kepadatan, diantaranya :

1. ketidaknyamanan dan kecemasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, hingga terjadi penurunan kesehatan atau peningkatan pada kelompok manusia tertentu.

2.peningkatan agresivitas pada anak – anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi sangat menurun (berdiam diri/murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial density). Juga kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan tolong-menolong sesama anggota kelompok.

3. terjadi penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan. Juga penurunan hasil kerja terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil kerja yang kompleks.

Dalam penelitian tersebut diketahui pula bahwa dampak negatif kepadatan lebih berpengaruh terhadap pria atau dapat dikatakan bahwa pria lebih memiliki perasaan negatif pada kepadatan tinggi bila dibandingkan wanita. Pria juga bereaksi lebih negatif terhadap anggota kelompok, baik pada kepadatan tinggi ataupun rendah dan wanita justru lebih menyukai anggota kelompoknya pada kepadatan tinggi.

Pembicaraan tentang kepadatan tidak terlepas dari masalah kesesakan. Kesesakan atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan ruang, sehingga lebih bersifat psikis (Gifford, 1978; Schmidt dan Keating, 1979; Stokois dalam Holahan, 1982). Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan individu tersebut (Altman, 1975).

Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor, yaitu:
a. seting fisik.
b. seting sosial.
c. personal.
d. Kemampuan beradaptasi.

sumber: Altman (1975)

Apa Yang Dimaksud Dengan Ambient Condition dan Architectural Features ?

Menurut Wrighstman dan Deaux (1981) terdaat dua kualitas lingkungan yaitu..
1. Ambient Condition
Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti suara, cahaya, warna, kualitas udara, temperatur dan kelembaban.
2. Architectural Features
Seting-seting yang bersifat permanen seperti, suatu ruangan didalamnya terdapat konfigurasi dinding, lantai, atap serta pengaturan perabot dan dekorasi.
Dalam suatu gedung terdapat Architectural features meliputi lay out tiap lantai desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainya.

Sumber : http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab1- pendahuluan.pdf